informasiterkini.id || Kepala Desa Tampumia, Kecamatan Bua Ponrang (Bupon), Kabupaten Luwu mengkonfirmasi adanya pengembalian dana dalam penggunaan dana desa tahun 2023, sebagaimana diungkapkan dalam hasil audit Inspektorat yang dirilis pada tahun 2024. Temuan audit tersebut mengindikasikan adanya kekurangan volume pada beberapa kegiatan yang menyebabkan keharusan untuk mengembalikan dana.
“Kegiatan 2023 sudah di-audit oleh inspektorat pada tahun 2024, ada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)-nya. Bisa kita komunikasikan sama Pak Irbang 3. Pengembalian ada, Pak, karena ada kegiatan yang kurang volumenya,” ujar Kepala Desa Tampumia melalui pesan WhatsApp saat dikonfirmasi pada Selasa (3/11/2024) terkait penggunaan dana desa.
Lebih lanjut, Kepala Desa menyebutkan bahwa dalam proses pemeriksaan, Inspektorat memberikan teguran terkait sejumlah temuan yang sesuai dengan pertanyaan dan kritik dari masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa audit dilakukan secara rutin setiap tahun. “Kalau anggaran 2022 sudah juga di-audit, karena tiap tahun saya minta di-audit,” katanya, menjelaskan bahwa audit tersebut bertujuan untuk menjamin transparansi pengelolaan dana desa.
Menanggapi pengakuan Kepala Desa terkait pengembalian dana ini, tim pencari fakta menyatakan akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum (APH). Jika ditemukan adanya indikasi tindak pidana, tim pencari fakta berencana melaporkan hal ini ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan guna memastikan langkah hukum yang tepat.
Aktivis anti-korupsi, Kamran, turut memberikan pandangannya terkait isu ini. Ia menyebutkan sejumlah aturan yang diduga dilanggar dan berpotensi mengarah pada tindak pidana jika ditemukan penyimpangan serius. Berikut beberapa regulasi yang relevan:
1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Menurut UU ini, penyalahgunaan anggaran yang merugikan keuangan negara dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Pasal 2 dan Pasal 3 mengatur bahwa penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara, baik sengaja maupun lalai, dapat dikenai pidana. Jika dalam audit ditemukan kekurangan volume pekerjaan yang berakibat kerugian keuangan desa tanpa alasan yang sah, hal ini dapat memenuhi unsur pidana.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Desa
PP ini mengatur kewajiban Kepala Desa untuk mengelola anggaran sesuai ketentuan dan bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah. Temuan ketidaksesuaian volume pekerjaan dapat dianggap tidak memenuhi prinsip akuntabilitas, dan jika signifikan merugikan keuangan desa, dapat menjadi dasar tindakan pidana.
3. Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Permendagri ini mengharuskan penggunaan dana desa sesuai rencana dan pelaporan yang akurat. Pasal 64, misalnya, menyebutkan bahwa dalam kasus penyimpangan yang merugikan desa, Kepala Desa dapat dimintai pertanggungjawaban administrasi dan hukum. Pengembalian dana juga tidak secara otomatis menghapus unsur pidana jika niat penyalahgunaan terbukti dalam audit.
4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
KUHP mengatur penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik. Pasal 415 tentang penggelapan dalam jabatan, misalnya, mengatur bahwa jika dana disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau tidak sesuai aturan, pejabat yang bersangkutan dapat dikenai sanksi pidana.
Apabila pengembalian dana dikarenakan ketidaksesuaian volume proyek tanpa alasan kuat atau transparansi, maka APH seperti Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dapat melakukan investigasi lanjutan. Jika terbukti ada unsur merugikan negara atau penyalahgunaan wewenang, kasus ini bisa dilanjutkan ke ranah pidana sesuai peraturan yang berlaku.Tutup Kamran
Tim informasiterkini.id melaporkan