_Penulis : Sarifuddin_
Informasiterkini.id - BPS (Badan Pusat Statistik) baru saja merilis bahwa pada Februari 2023, sekitar 7,99 juta orang di Indonesia berstatus pengangguran terbuka. Angka ini setara dengan 5,45% dari total angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 146,62 juta orang. Beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya angka pengangguran terbuka di Indonesia adalah terbatasnya lapangan kerja serta rendahnya kualifikasi para pencari kerja.
Meski mengalami penurunan dari posisi Agustus 2022 yaitu sebanyak 8,42 juta orang, jumlah tingkat pengangguran tetap memprihatinkan. Menciptakan lapangan kerja merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka pengangguran ini.
Sayangnya, tidak hanya angka pengangguran yang menjadi masalah, kini banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di banyak pabrik-pabrik di dalam negeri. Terbaru, sekitar 233 orang karyawan di pabrik sepatu Bata di Purwakarta kehilangan pekerjaan.
BPS melaporkan bahwa pada 2023, terdapat sekitar 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) yang tidak memiliki kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET) di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 5,73 juta orang merupakan perempuan muda dan 4,17 juta orang tergolong laki-laki muda. Persentase penduduk usia 15-24 tahun yang berstatus NEET mencapai 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun di Indonesia secara nasional.
Perlambatan ekonomi dunia yang membuat permintaan di pasar ekspor utama produk TPT Indonesia anjlok, ditambah dengan serbuan barang TPT impor legal dan ilegal, membuat banyak pabrik TPT melakukan PHK. Jumlah PHK di industri TPT di Indonesia setidaknya mencapai 1 juta orang.
Penurunan pendapatan secara signifikan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia menjadi dampak yang dirasakan akibat tingginya tingkat pengangguran dan PHK, dan menjadi hal yang memprihatinkan. Saat ini, upaya-upaya pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan mengatasi PHK patut untuk diapresiasi dan didukung oleh seluruh pihak agar masalah ini dapat teratasi.
Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia Menurun, Namun Masih Tinggi
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Februari 2023, sekitar 7,99 juta orang di Indonesia berstatus pengangguran terbuka, yang setara dengan 5,45% dari total angkatan kerja di Indonesia. Terbatasnya lapangan kerja dan rendahnya kualifikasi para pencari kerja menjadi beberapa alasan utama tingginya angka pengangguran terbuka di Indonesia.
Meskipun tingkat pengangguran terbuka tersebut mengalami penurunan dari posisi Agustus 2022 yang mencapai 8,42 juta orang, jumlah tersebut tetap bisa dibilang cukup tinggi dan perlu segera ditangani. Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat membantu menciptakan lapangan kerja baru dan menurunkan tingkat pengangguran terbuka.
Dalam data terbaru dari BPS, disebutkan bahwa per Februari 2023, sebanyak 138,63 juta orang di Indonesia masuk ke dalam kategori bekerja. Dari jumlah tersebut, 60,12% merupakan pekerja informal dan 39,88% lainnya merupakan pekerja formal. Tingginya jumlah pekerja informal disebabkan oleh meningkatnya pekerja yang memiliki status berusaha sendiri.
Dari total penduduk yang bekerja di Indonesia, sekitar 36,34% diantaranya merupakan buruh/karyawan/pegawai, sementara pekerja dengan status berusaha sendiri tercatat sebanyak 20,67%. Pekerja keluarga/tak dibayar mencapai 14,43%, pekerja bebas non pertanian sebanyak 4,76%, dan pekerja bebas di pertanian 4,13%.
Dalam kurun waktu Februari 2022 hingga Februari 2023, sektor lapangan kerja yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia adalah lapangan usaha jasa lainnya dan akomodasi serta makan minum, yaitu masing-masing sekitar 0,51 juta orang. Meskipun terjadi penurunan tingkat pengangguran terbuka, namun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi angka pengangguran dan meningkatkan kualitas lapangan kerja di Indonesia.
Masa Depan Generasi Muda Indonesia di Tengah Tingginya Tingkat Pengangguran dan PHK
Indonesia masih mengalami masalah tingginya tingkat pengangguran, khususnya pada para generasi muda Indonesia. Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, terdapat sekitar 10 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) yang tidak memiliki kegiatan, dan sekitar 9,9 juta di antaranya merupakan generasi Z yang harusnya tengah berada pada masa produktif. Persentase penduduk usia 15-24 tahun yang berstatus NEET mencapai 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional.
BPS mendefinisikan NEET sebagai penduduk usia 15-24 tahun yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak sedang berpartisipasi dalam pelatihan. Hal ini mengindikasikan adanya tenaga kerja potensial yang tidak terberdayakan. Berbagai alasan, seperti putus asa, disabilitas, kurangnya akses transportasi dan pendidikan, keterbatasan finansial, dan kewajiban rumah tangga, sering kali menjadi faktor utama terjadinya generasi muda yang berstatus NEET.
Ironisnya, selain tingginya jumlah generasi muda yang menganggur, banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di banyak pabrik-pabrik di dalam negeri. Salah satu perusahaan terbaru yang melakukan PHK adalah pabrik sepatu Bata yang menutup pabriknya di Purwakarta dan menyebabkan sekitar 233 orang karyawan kehilangan pekerjaan.
Kondisi ini menciptakan dampak yang luas pada masa depan generasi muda Indonesia, terutama pada generasi Z yang saat ini memasuki dunia kerja. Perlambatan ekonomi dunia menjadi salah satu pemicu utama terjadinya PHK di Indonesia, terutama di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Sebuah aturan impor yang baru juga dinilai mengancam industri dalam negeri karena memberikan relaksasi pada impor beberapa produk, seperti pakaian jadi dan elektronik, yang sebelumnya kena syarat peraturan teknis (Pertek) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Aturan tersebut dikhawatirkan dapat memicu gelombang PHK di industri manufaktur dalam negeri, khususnya di sektor TPT.
Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya upaya pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kualitas lapangan kerja yang ada. Di sisi lain, juga dibutuhkan adanya dukungan dan partisipasi dari masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan agar masalah ini dapat segera diatasi dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi muda Indonesia. (Red)
_Penulis adalah anggota Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dari Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia_
_Dikutip dari laman BPS Nasional, data akhir tahun 2023 hingga awal tahun 2024_