Banjir dan Tanah Longsor di Luwu: Trauma dan Kehilangan Membekas di Kamanre

informasi-terkini.id ||  LUWU-Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah kecamatan di Kabupaten Luwu pada Jumat (03/05) lalu tidak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi warga yang terdampak. Warga Desa Wara, Kecamatan Kamanre, hingga kini masih merasakan dampak psikologis dan ekonomis dari bencana tersebut.

Pasca bencana, banyak korban yang masih merasakan syok dan kesedihan mendalam. Tidak sedikit dari mereka yang masih kesulitan tidur karena bayangan akan kejadian tersebut. Rasa trauma semakin diperparah oleh keadaan ekonomi yang memaksa mereka untuk tetap tinggal di daerah rawan bencana, meski secara psikologis dan sosial mereka masih tertekan.

Dheden Marahuni, seorang pemuda Desa Wara, mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambatnya penanganan dari pemerintah setempat. Ia menyayangkan bahwa pemerintah Desa Wara dan Kecamatan Kamanre terlambat melaporkan kondisi pasca bencana ke Posko Induk Penanganan Bencana Alam di Belopa. “Wajarlah kalau masyarakat di Desa Wara lambat mendapat perhatian dari pemerintah penanganan bencana. Karena pemerintah desa dan kecamatan lambat membuat laporan ke Posko Induk Penanganan Bencana,” ujar Dheden.

Menurut Dheden, ratusan hektar lahan persawahan yang siap panen rusak parah akibat tertimbun lumpur. “Ratusan hektar padi kami yang siap panen habis tertimbun lumpur. Secara keseluruhan ratusan ton yang mestinya dipanen, namun sayangnya malam kejadian lahan sawah berubah menjadi lautan,” keluhnya.

Dalam artikelnya yang diunggah melalui akun Facebook, Dheden berharap Pj Bupati Luwu dan jajaran pemerintah kabupaten segera memperhatikan infrastruktur dan fasilitas umum yang rusak di Kecamatan Kamanre, khususnya di Desa Wara. Ia menyoroti belum adanya penanganan terhadap infrastruktur jalan yang terputus, yang kini sulit dilalui kendaraan roda empat.

Selain itu, Dheden juga berharap agar pemerintah memberikan kompensasi kepada petani yang mengalami gagal panen, baik untuk padi maupun tambak ikan. Biaya transportasi pasca bencana pun meningkat, memaksa warga menggunakan jasa ojek dengan biaya Rp30 ribu per karung.

Dheden berharap tulisannya dapat menggugah hati para penentu kebijakan di Kabupaten Luwu untuk segera mengambil tindakan yang diperlukan demi meringankan beban warga yang terdampak bencana. (AK/red)
Previous Post Next Post