Kasus Dugaan Mafia di Kementerian Keuangan Peninggalan SBY Belum "Dituntaskan" Era Jokowi

Doc : Nizar Fachry Adam.

SULTRA, INFORMASI-TERKINI.id,-- Indonesia Bulits Trus bersama Laskar Anti Korupsi (Laki) Sulawesi Tenggara, Nizar Fachry Adam .,SE. M.E. menjelaskan bahwa indikasi korupsi di tubuh Dirjen Pajak (DJP) Kementrian Keuangan (Kemenkeu) ini mulai di tahun 2013, 2015 dan masih beraksi di tahun 2019, Sabtu (18/03/2023).

Menurut Nizar Fachry Adam tidak adanya tindakan nyata ada beberapa bukti temuan kerugian negara. 

"Pasalnya belum ada penindakan secara nyata, hal ini di buktikan dengan temuan kerugian negara di tahun 2013 yakni dari  Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2013, di temukan penurunan penerimaan yakni yang bersumber dari PBB, pajak perdagangan intenasional, dan penerimaan negara bukan pajak, dimana tahun 2012 meneriman PPI sebesar 49.656 Trilun dan di tahun 2013 mengalami penurunan 47.456 triliun, ada selisih 2.5 triliun, penurunan penerimaan,"Kata Nizar Fachry Adam. 

Nizar Fachry Adam juga membeberkan dugaan skandal pajak yang kadaluarsa. 

"Ditahun tersebut banyak skandal penerimaan pajak yang kadaluarsa, dimana terdapat tagihan pajak sebesar Rp.77.366 triliun, ditahun 2013 yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), dimana ada total los meneriman negara sebesar Rp 42.573 Triliun pajak macet, dan tercatat kurang lebih Rp 434 miliar surat ketetapan bunga denda pajak yang belum dipungut,"Beber Nizar. 

Doc : Temuan Tahun 2015

"Ironis nya melalui surat keputusan dirjen DJP tercatat pengahusan piutang pajak senilai Rp.860 miliar, tanpa persetujuan DPR RI,"Sambungnya. 

Nizar menegaskan sumber di 2013 BPK jelas sudah merilis perolehan kurang penetapan pajak. 

"Di tahun yang sama 2013 sumber BPK mirilis perolehan kurang penetepan pajak senilai Rp. 335 miliar, di DJPB besar, Kanwil DJP DKI khusus, DJP DKI Pusat, DJB DKI selatan, DJP DKI Timur, DJP Banten, DJP Jawa Barat I, DJB jawabarat II, kanwil DJP Jawa tengah I, DJP Kanwil Jawa timur I dan II dan Kanwil DJP Kalimantan Timur II,"Imbuh Nizar. 

Doc : Temuan Tahun 2013

Nizar juga menegaskan bahwa ada penerimaan negara yang menjadi piutang. 

"Ini sama halnya di Dirjen Bea dan Cukai, yakni penerimaan PPnBM impor, denda administrasi cukai, pendapatan cukai lainya, dan bea masuk, terjadi penurunan sejumlah penerimaan negara yang menjadi piutang sebesar Rp. 250 Milar,"Jelasnya. 

Nizar juga membeberkan rilis BPK tentanh sejumlah permasalahan dan temuan di Dirjen Pajak. 

"Di tahun 2015, terdapat laporan sumber rilis BPK menyampaikan sejumlah permasalahan dan temuan di dirjen Pajak dan Bea Cukai yakni permasalahan terkait penerimaan bersumber dari PPN dari perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu-bara (PKP2B) generasi III inskonsiten, dimana dari hasil rilis (audited) menyajikan realisasi penerimaan pajak (TA) 2015 yakni Rp. 1.240 Trilun, dan saldo piutang pajak per 31 desember 2015 yakni Rp.95.352 miliar,. Dan kenaikan sebesar 8.5% penerimaan pajak sebesar Rp.95.553 miliar,"Ujar Nizar. 

Menurut Nizar rilis di tahun 2014 ada indikasi percobaan mengaburkan penerimaan negara. 

"Laporan rilis di tahun 2014 penerimaan bersumber dari pajak sebesar Rp.1.114., triliun dan saldo piutang pajak sebesar Rp.91,774 triliun, sedangkan selisih kenaikan sebesar Rp.3.5 Trilun, dari rilis ada yang mencoba mengaburkan penerimaan negara,"Tuturnya. 

Nizar pun kembali menjelaskan tentang indikasi penggelapan perolehan negara tahun 2018-2019.

"Indikasi pengelapan perolehan negara di tahun 2018-2019 di peroleh sejumlah keganjalan di tubuh Dirjen Pajak dan Bea cukai di kementerian keuangan, yakni dimana sistem approweb ditemukan di dalam sistem data SPT massa PPN dengan modul penerimaan negara (MPN) dan sehingga terdapat nomor transaksi penerimaan negara (NTPN) yang di laporkan dalam SPT PPN massa namun tidak di temukan dalam MPN sejumlah PPN dengan nilai Rp.1.75 Trilun rupiah,"Ulas Nizar. 

"Ditahun yang sama 2018-2019 yang terjadi penyimpangan dimana status tanggal dan bulan daluarsa penagihan pajak atas ketetapan pajak sebesar Rp.405 miliar, masih tidak sesuai dengan ketentuannya tidak sampai disitu sejumlah surat ketetapan pajak SPP dan surat tagihan pajak STP  melewati batas waktu tagihan sehingga negara tidak dapat menerima realisasi penerimaan sebesar Rp 257 miliar, dimana ada upaya mengahapusan ketetapan pajak dan pengaburkan sejumlah tagihan negara ke sejumlah WP,"Sambungnya. 

Ada dugaan hilangnya penerimaan dan pendapatan negera menurut Nizar Fachry Adam. 

"Sejumlah penerimaan negara dan sejumlah pendapatan yang harusnya diterima dan masuk sebagai pendapatan negara, menjadi hilang, diduga modus kelompok mafia keuangan disektor pajak yakni: 1. Dengan sengaja , dan terencana tidak memenuhit sejumlah pajak., Kepada WP dengan konsekwensi sejumlah Vee dan komitmen ke Pegawai atau penyidik perpajakan. 2. Mengaburkan subjek pajak dengan memungutan pajak yang kurang dari sejumlah ketetapan pajak , sehingga menguntungkan Pihak swasta dan WP dan merugikan keuangan negara. 3. Mengelapkan penerimaan negara, dengan tidak mensinkronisasikan Subjek pajak ke sistem Online sehingga tidak dapat di peroleh masukan penerimaan pajak yang sesunguhnya,"Beber Nizar. 

Nizar Fachry Adam mengeskan ada dugaan kelompok ini melawan hukum UU Tindak Pidana Korupsi. 

"Sungguh mereka melawan UU tindak pidana korupsi, yakni melakukan upaya kegiatan menguntungkan pribadi dan pihak  swasta, serta merugikan keuangan negara,"Tutup Nizar Fachry Adam.

Sampai berita ini ditayangkan belum ada konfirmasi dari pihak terkait, jurnalis media ini masih melakukan upaya konfirmasi.




Editor : NH
Previous Post Next Post