Makassar, INFORMASI TERKINI.id-Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan sudah mengendus aroma dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan pengadaan layanan dan server untuk proses penerimaan peserta Didik baru (PPDB) tingkat SMA/SMK tahun 2022 yang pelaksanaannya di bawah tanggung jawab Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, SH, MH kepada awak media mengatakan, saat ini bidang intelijen sedang mendalami hal tersebut.
"Hal itu masih ditangani bidang intelijen Kejati Sulsel," kata Soetarmi, Senin (24/10/22).
Menurut Soetarmi, tim intelejen Kejati Sulsel sedang melakukan pengumpulan data melalui pemeriksaan saksi dan pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan tersebut.
"Prosesnya sementara permintaan keterangan terkait laporan. Untuk jumlah yang diperiksa ini belum ada info dari intelejen," ungkapnya.
Perihal modus dari kasus dugaan korupsi tersebut, Soetarmi masih enggan menyebutkan dengan alasan pihaknya masih melakukan pendalaman.
"Masih sementara dipelajari tim intel nanti kami coba korek-korek beritanya," ujarnya.
Sementara itu, LSM PERAK sebelumnya sudah melayangkan laporan resminya ke Polda Sulsel. Dengan terlapor adalah Kadis Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, Sekretaris Dinas selaku PPK beserta jajarannya yang terkait Pengadaan sewa hosting dan layanan PPDB APBD Tahun anggaran 2022 bersama kontraktornya PT. Aplikanusa Lintasarta.
"Kami beri apresiasi Kejati Sulsel, padahal kami lapornya ke Polda Sulsel namun nihil pergerakan entah ada apa gerangan di tubuh Polda Sulsel. Untuk Progres dan responsif Kejati Sulsel pada kasus dugaan korupsi ini patut diacungi jempol," ujar Burhan Salewangang, SH selaku Koordinator Divisi Hukum dan Pelaporan LSM PERAK Indonesia, Rabu (26/10/22).
Dalam laporan LSM PERAK yang minta segera diusut tuntas, sedikitnya ada sepuluh poin dugaan yang ditegaskan untuk ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
Proyek yang menggunakan anggaran Rp 1,7 Milyar ini diduga tidak sesuai spesifikasi, kelayakan dan standarisasi mutu dan kualitas pemanfaatan yang berbanding lurus dengan anggaran yang dihabiskan.
"Kami bandingkan jika kita sewa hosting di luar, pasaran umumnya jauh lebih kecil dari budget yang dianggarkan bahkan tidak sampai Rp 300 Juta untuk kontrak setahunnya sedangkan anggaran Habis terpakai Rp 1,7 M. Jadi jelas dugaan Mark up nya," ungkap Burhan.
Burhan juga menduga adanya persekongkolan atau pemufakatan jahat dalam membuat persyaratan tender. Dimana, dalam persyaratan tender tersebut ada unsur kesengajaan tidak melampirkan syarat spesifikasi, standarisasi dan kapasitas memori namun hanya mempersyaratkan dokumen administrasi.
"Jadi terjawab sudah kenapa 3 hari awal mulai PPDB langsung Error sistem dan hingga selesai itu karena tidak ada syarat spesifikasi dan kapasitas memori berapa yang harus digunakan dalam menampung jumlah pendaftar online di 24 Kabupaten/Kota," jelasnya.
Lanjut Burhan, aplikasi (themes) PT Aplikanusa Lintasarta yang ditawarkan juga belum teruji selama 6 bulan dan dua tahun lalu dianggap gagal menangani pengadaan sewa hosting dan layanan PPDB online.
"PT Aplikanusa Lintasarta diduga hanya menempatkan tiga orang tenaga ahli untuk menangani 24 Kabupaten/Kota, jadi begitu error sistem mereka kewalahan dan bahkan mereka meminta bantuan tenaga Disdik Sulsel," tambah Burhan.
Tambah Burhan, Kadis selaku KPA, Sekdis selaku PPK dan PPTK nya harus bertanggung jawab secara hukum. Kami menduga ada penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan sewa hosting ini.
"Kami masih percaya penegak hukum dalam hal ini Kejati Sulsel untuk mengusut tuntas dan segera melakukan penetapan tersangka jika dalam kegiatan ini ada kerugian negara," tegas Burhan.
Pihaknya berharap, Kejati Sulsel tidak cuma panas di awal namun ujung-ujungnya proses penegakan kasus ini melempem.
"Kami harap tidak hanya panas di awal dan ujung-ujungnya melempem tidak jelas penindakannya," pungkas Burhan.
(*)