Surabaya, Informasi-Terkini.id - Gas air mata dipicu menjadi faktor utama fatal yang menimbulkan korban jiwa pada insiden Kanjuruhan 1 Oktober lalu. Hal tersebut bertentangan dengan pendapat para ahli. Dalam beberapa penjelasan tentang Gas air mata ini sangat jelas, tidak membawa efek langsung yang fatal dan tidak mematikan saat membubarkan massa.
Penggunaan gas air mata memang dirancang untuk mengurai atau membubarkan massa dalam eskalasi tertentu saat terjadi kerusuhan, namun tidak mematikan.
Dr. dr. Isnin Anang Marhana, spesialis paru-paru yang juga sebagai dosen di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menjelaskan, gas air mata tersebut merupakan kumpulan zat-zat dengan partikel yang sangat kecil, dan dia bisa terdisversi dalam udara.
"Kalau dia murni karena paparan gas air mata. Memang tidak menimbulkan kematian, mestinya bila pada paru-paru normal," ujarnya.
Lebih lanjut, Dr. Isnin menambahkan, bila gas air mata tersebut terhirup dalam konsentrasi yang banyak, maka keluhan-keluhan itu akan cepat terjadi.
"Kalau dalam paparan yang singkat, dengan kondisi paru-paru normal, mestinya tidak mematikan. Kecuali dalam paparan yang lama dan kronis mungkin bisa menimbulkan kerusakan permanen dalam paru-paru kita," paparnya saat ditemui di RS. Dr. Soetomo, Surabaya. Selasa (11/10/2022).
Hal senada juga disampaikan Dr. Venny Singgih spesialis paru-paru dari Rumah Sakit Mitra Keluarga, Waru, Sidoarjo. Menurutnya, gas air mata itu tidak mematikan kalau hanya terpapar dalam waktu singkat, dosisnya kecil dan di ruangan terbuka. sekitar 15-20 menit bisa hilang efeknya.
Namun, jika merujuk di kasus stadion Kanjuruhan, Dr. Venny mengatakan harus ada pemeriksaan otopsi untuk mengetahui kepastian penyebab kematiannya.
"Kita harus melihat dulu dari para korban tersebut, apakah sumber utama dari penyebab korban yang meninggal itu terkait dengan gas air matanya atau tidak. Mungkin dari pemeriksaan otopsi itu akan bisa dilihat lebih lanjut penyebab utamanya," jelasnya Dr. Venny saat ditemui di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Waru, Sidoarjo.
"Kalo saya dibagian paru-paru ya, jadi apakah memang ada proses peradangan berlebihan yang terjadi karena gas air mata pada orang-orang tersebut. Dalam arti apakah itu menjadi penyebab utama? Jadi nanti kita bisa melihat apakah memang itu terkait dengan penggunaan gas air mata ? Jadi kita belum bisa menyimpulkan, kecuali kita sudah melakukan pemeriksaan lebih lanjut," tambahnya.
Sejauh ini menurut sepengetahuan Dr. Venny masih belum mengetahui adanya kematian murni disebabkan karena gas air mata, yang notabene hanya untuk mengurai massa.
"Dari yang saya ketahui memang kalo secara murni hanya karena gas air mata memang tidak. Biasanya selalu ada gabungan dengan trauma yang lain, artinya ada penyebab yang lain," pungkasnya.(A.irfn)