Informasi-terkini.id.Luwu--Rante Balla merupakan desa yang terletak di gunung Latimojong, Kabupaten Luwu , Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan luas kurang lebih sekitar 2.500 HA yang mana memilki potensi segudang hasil bumi yang sangat luar biasa di dalamnya yakni kandungan Emas.
Secara hukum tatanan adat Rante Balla dipimpin dan dibagi menjadi 4 wilayah yang mana masing – masing dari wilayah tersebut dipimpin oleh Ketua adat bernama parengge’. Empat wilayah dan sebutan tersebut yakni Parengge’ Kande Api, Parengge’ Sikapa, Perengge’ Ke’ Pe dan Parengge’ Lemo. Adapun saat ini 3 parengge yakni Sikapa, Ke’ Pe dan Lemo telah benar menjalankan tugas. Namun Parengge’ Kande Api yang masih jadi pertanyaan siapa parengge’ Kande Api yang sebenarnya, mengapa harus keturunan asli bangsawan rante balla yang menjadi parengge’ dan dimana kedudukan parengge’ terhadap tanah ahli waris dari keturunan tersebut.
Dahulunya parengge’ menjadi pemimpin wilayah daerah terebut dengan peraturan adata sebelum Indonesia merdeka. Dan setelah Indonesia Merdeka, maka masyarkat adat dan ketua adat tetap mendapatkan perlindung dari NKRI melalui Peraturan Menteri dalam Negeri No. 3 Tahun 1997 Tentang pemberdayaan dan pelestarian serta pengembangan Adat Istiadat kebiasaan – kebiasaan masyarakat dan lembaga adat di daerah. Dan Undang – Undang RI Tahun 1945 pada pasal 18 B ayat 2 UUD 1945 perihal kebenaran yang berhak mendapatkan hak atas hukum adat dan ahli waris adat.
Muncul dugaan dan pengakuan dari beberapa masyarakat bahwa Edi lembangan bukan orang yang layak menjadi parengge’ Kande Api. Hal ini terungkap setelah ada pengakuan dari beberapa tokoh adat Rante Balla, khususnya Uak Puang Ramli yang becerita bahwa,“ Edy lembangan memilki bapak dari toraja dan ibu dari keluarga istri saya dan setau saya istiri saya tidak punya garis keturunan parengge’,” Dalam bahasa daerah Pak Ramli yang akrab disapa Uak Ramli mengatakan “ Parengge to bene ku, lebih parengge’ to bene ku kela parengge’ to Edi Lembangan, umba nagai sun to parenggesan jo mai to tau, na anak kure na to bene ku toh Edi lembangan, na ya to beneku tae keturunan bangsawan parengge’ na” Yang arti yakni ‘ Istri saya Parengge’ (Ketua Adat) dia lebih layak ketua adat jika harus Edi Lembangan, istri saya lebih parengge’ berarti, dari mana orang itu keluar dan muncul jika disebut keturunan parengge’ sedangkan dia ponakan istiri saya dan istri saya bukan keturunan bangsawan. Hal tersebut menjadi dasar bukti.
Hal lain juga terungkap bahwa adanya bukti dari surat pengadilan negeri Palopo perihal penangkapan orang bernama Suparman Polo B. Melalui surat pemanggilan No. B 1230/R.4.13/Ep.1/12/2008 dari kejaksaan tinggi palopo perihal Pemberitahuan susulan hasil penyidikan perkara atas nama tersangka Suparman Polo B yang disangka melanggar Pasal 351 Yo Pasal 335 KUH Pidana Sudah Lengkap. Supraman Polo B merupakan orang Oknum yang bekerja sama dengan kepala desa dan Edi lembangan untuk membuat pernyataan ahli waris palsu, garis keturunan palsu namun Ybs sudah meninggal sehingga masih tersisa dua orang yakni kepala Desa dan Edi Lembangan. Sehingga hal tersebut telah keluar dari UU tahun 1945 pasal 18 B ayat 2 UUD bahwa garis keturunan yang asli yang berhak atas Ahli waris tanah adat maupun menjadi pimpinan adat harus dari keturunan asli. Lai Sengak secara pengakuan dari 100 Saksi bukan orang asli Rante Balla.
Edi Lembangan diduga telah melakukan pengukuran juga atas tanah untuk dijual yang di atas nya terdapat banua Possi Rumah adat simbol Rante Balla. Apakah Pantas seorang dari bukan keturunan dan ahli waris asli menjadi ketua adat ?, yang sudah jelaskan melakukan pelanggaran terhadap Paratuan Mentri, Peraturan UU dan juga peraturan Adat serta melanggar HAM dengan mengakui nenek orang lain. Terlebih seorang ketua adat yang mau menjual simbol adatnya sendiri ?.
Perlu dipertanyakan oleh seluruh awak media, masyarakat, dan pemerintah. Jika memang benar kita semua masih menjunjung Pancasila sebagai dasar negara. Khususnya Sila 3 dan 5 yakni Persatuan Indonesia dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (20/12/2021)
Laporan: Puang Ramli